Jakarta-Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan aturan teknis batas saldo rekening nasabah bank domestik yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan kepada Ditjen Pajak minimal Rp 200 juta. Peraturan menteri keuangan (PMK) ini juga memuat sanksi tegas terhadap lembaga keuangan yang tidak patuh, dan ancaman pidana terhadap petugas pajak yang melanggar kerahasiaan informasi tersebut.
NERACA
Aturan teknis pelaporan data rekening nasabah bank tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 70/PMK.03/2017 tentang petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Dalam aturan pelaksanaan ini, ditetapkan batas saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk nasabah domestik minimal Rp 200 juta.
PMK tersebut merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. PMK 70/2017 berlaku sejak 31 Mei 2017.
“PMK tersebut merupakan legislasi sekunder, yakni syarat Indonesia mengimplementasikan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information-AEoI) pada September 2018. Legislasi primer berupa Perppu dan sekunder, yaitu PMK harus diselesaikan Juni 2017,” ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati di kantornya, Jakarta (5/6).
Menkeu mengakui, peraturan menteri ini mengatur lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pelaporan informasi keuangan, prosedur identifikasi rekening, kewajiban dokumentasi yang harus dilakukan lembaga keuangan.
Selain itu, PMK juga memuat sanksi bagi lembaga keuangan yang tidak patuh, kerahasiaan informasi keuangan yang diterima Ditjen Pajak, serta ancaman pidana bagi petugas pajak yang tidak memenuhi ketentuan tentang kerahasiaan tersebut.
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, menuturkan dalam PMK Nomor 70 Tahun 2017 juga mengatur batasan rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan, baik perbankan, asuransi, pasar modal, dan entitas lain di luar pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nasabah Asing
Sesuai common reporting standards (CRS) untuk kepentingan AEoI atau perpajakan internasional, menurut dia, bagi nasabah entitas luar negeri dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017, saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lebih dari US$ 250 ribu.
Itu artinya, saldo rekening nasabah asing yang bisa diintip Ditjen Pajak di atas US$ 250 ribu atau setara Rp 3,3 miliar (kurs Rp13.300/US$). “Sementara bagi rekening keuangan lainnya termasuk rekening tabungan orang pribadi luar negeri, tidak ada batasan saldo minimal. Berapapun nilainya harus dilaporkan,” ujar Suryo.
Untuk kepentingan perpajakan domestik, dia menambahkan, batasan saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan kepada Ditjen Pajak paling sedikit Rp 200 juta bagi nasabah lokal. Adapun rinciannya:
1. Sektor perbankan
– Milik pribadi dengan agregat saldo paling sedikit Rp 200 juta
– Milik entitas atau perusahaan, tanpa batasan saldo minimal
2. Sektor perasuransian: nilai pertanggungan minimal Rp 200 juta
3. Sektor perkoperasian: agregat saldo rekening minuimal Rp 200 juta
4. Sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditi: tanpa batasan saldo minimal
“Untuk kepentingan perjanjian internasional, pelaporan rekening keuangan nasabah dari lembaga jasa keuangan dimulai pada 1 Agustus 2018. Sedangkan untuk kepentingan perpajakan domestik paling lambat 30 April 2018,” tutur dia.
Berikut jadwal laporan pertama lembaga jasa keuangan atas rekening keuangan nasabah secara otomatis:
1. Untuk kepentingan perjanjian internasional (AEoI), paling lambat dilaporkan
– 1 Agustus 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
– 31 Agustus 2018 disampaikan OJK kepada Ditjen Pajak
– 30 April 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain ke Ditjen Pajak
2. Untuk kepentingan perpajakan domestik, paling lambat 30 April 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain ke Ditjen Pajak.
Perbankan diminta untuk menyerahkan data nasabah dengan simpanan minimal Rp200 Juta kepada Direktorat Jenderal Pajak. Data tersebut wajib disampaikan paling lambat pada April 2018 mendatang. “Pelaporan dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain ke Ditjen Pajak pada 30 April 2018,” ujar Suryo.
Sedangkan, untuk rekening lainnya, termasuk rekening tabungan orang pribadi luar negeri tidak ada pembatasan saldo minimum untuk dilaporkan kepada DJP untuk pemeriksaan perpajakan. Pelaporan tersebut belaku untuk rekening yang telah dimiliki entitas dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017. “Berapa pun harus dilaporkan,” ujarnya.
Suryo menambahkan, dalam pelaporan data keuangan nasabah tersebut, sistem penyampaian data dapat dilakukan dalam dua bentuk, yakni secara otomatis dan berdasarkan permintaan. Untuk yang otomatis, menurut dia, akan mengikuti ketentuan batas waktu yang telah ditetapkan Kemenkeu, sedangkan untuk pelaporan data berdasarkan permintaan, menyesuaikan dengan kebutuhan atau permintaan pihak atau negara yang bersangkutan.
Adapun untuk pelaporan data berdasarkan permintaan, menurut dia, akan tetap mengikuti tata cara permintaan dan pelaporan data sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). “Pembedanya, dulu permintaan dari Kemenkeu ke OJK lalu OJK minta ke perbankan tapi nanti langsung dari Ditjen Pajak ke perbankan. Jadi, tidak perlu dari Menkeu,” ujarnya.
Sebelumnya DPR juga meminta pemerintah memberatkan sanksi atau hukuman bagi lembaga jasa keuangan dan entitas lainnya yang tidak ingin memberikan data keuangan nasabah perbankan dalam rangka melaksanakan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi internasional.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun menilai, sanksi dan hukuman yang telah dituangkan dalam Perppu) No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan masih terlalu ringan.
Sumber: www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:pajak
Tinggalkan Balasan