Wanita berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan pria berkewarganegaraan asing, seringkali status pernikahannya justru mendatangkan persoalan baru, terutama yang menyangkut hak mereka sebagai warga negara. Setelah resmi mendapat status bersuami/beristri WNA, saat itu pula beberapa haknya sebagai warga negara mengalami penyesuaian.
Warga negara Indonesia (WNI) yang telah melakukan perkawinan campuran dengan WNA tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah, karena tanah tersebut dapat bercampur dan menjadi bagian dari harta bersama perkawinan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 21 Ayat (1) disebutkan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik. Namun, di Pasal 21 Ayat (3) secara singkat dijelaskan bahwa orang asing yang memperoleh hak milik karena perwarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan – dan WNI yang kehilangan kewarganegaraannya – wajib melepaskan hak tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Pasal 36 Ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan hukum Indonesia.
Dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), juga mengatur mengenai perkawinan campuran, dimana perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Sesuai UUPA, seorang WNI yang memiliki tanah dengan hak milik dan menikah dengan WNA, harus melepaskan tanah tersebut. Pelepasan itu dapat dilakukan dengan cara, misalnya, menjual atau menghibahkannya.
Pelepasan itu harus dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sejak WNI memperoleh tanahnya, atau sejak WNI melakukan perkawinan campuran. Jika waktu tersebut lewat dan hak kepemilikan tanah itu tidak dilepaskan, maka hak atas tanah tadi akan hapus secara hukum dan tanahnya jatuh ke tangan negara.
Perlunya dilakukan pelepasan hak atas tanah itu terjadi karena dalam perkawinan antara WNI dan WNA terjadi percampuran harta. Tanah hak milik yang dipunyai WNI bercampur dengan harta kekayaan WNA di dalam harta bersama perkawinan.
Dalam harta bersama, harta yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan tidak dikuasai oleh masing-masing suami dan istri, melainkan berada di dalam kepemilikan bersama. Dengan demikian, dalam harta bersama itu tanah hak milik yang dipunyai WNI akan menjadi bagian dari harta bersama yang juga dimiliki oleh WNA sehingga hal tersebut telah melampaui batas-batas prinsip nasionalitas dan karenanya wajib dilepaskan.
Penguasaan properti oleh WNA hanya dapat dilakukan dengan hak pakai, demikian seperti ditentukan dalam Pasal 42 UUPA. Hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Hak pakai memberi wewenang dan kewajiban kepada WNA sebagaimana yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah.
Seiring meningkatnya jumlah WNA yang bekerja dan menjalankan usahanya di Indonesia, mengakibatkan permintaan kebutuhan rumah tempat tinggal untuk WNA semakin meningkat.
Peningkatan itu membuat pemerintah semakin perlu untuk memperjelas kepemilikan properti oleh WNA sehingga pada akhir 2015 lalu dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (PP 103/2015).
Berdasarkan Pasal 3 PP 103/2015, WNI yang melaksanakan perkawinan campuran dengan WNA masih dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya yang tidak melakukan perkawinan campuran dengan WNA.
WNI tersebut masih dapat memiliki hak milik atas tanah. Bahkan, namanya masih dapat tercantum dalam sertifikat hak milik (SHM) sebagai bukti kepemilikan.
Syarat untuk tetap bisa memiliki hak atas tanah bagi WNI yang melakukan perkawinan campuran adalah hak atas tanah yang dimiliki WNI tersebut haruslah bukan harta bersama.
WNI yang melakukan perkawinan campuran dengan WNA harus memisahkan hak atas tanah miliknya itu sehingga tidak masuk ke dalam harta bersama. Untuk mengeluarkannya dari harta bersama, harus dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.
Lalu bagaimana dengan perhitungan pajak Kurang Bayar bagi wanita yang menikah dengan Warga Negara Asing dan memilih pisah harta?
Ada hal yang harus diperhatikan pada saat perhitungan Kurang Bayar SPT Tahunan, jika pada akhirnya wanita yang menikah dengan Warga Negara Asing dan memilih pisah harta.
Berikut contoh simulasi perhitungan Kurang Bayar Tahunan bagi wanita yang menikah dengan Warga Negara Asing dan memilih pisah harta (pelaporan SPT dilakukan dengan sistem efilling/eform):
Intan, mempunyai NPWP, menikah dengan Andrew seorang Warga Negara Asing pada tahun 2014. Hingga saat ini, Intan belum memiliki anak, dan berpenghasilan dari satu pemberi kerja. Andrew adalah seorang manajer di PT WXY. Dalam kesehariannya, Intan juga mempunyai usaha butik yang bernama “Intan House”, dimana penghasilan bruto setahun butik kurang dari Rp 4.800.000.000,00.
Penghasilan bruto setahun yang diperoleh Intan dari PT XYZ di tahun 2016 adalah sebesar Rp 150.000.000,00 serta PPh yang telah dipotong oleh PT XYZ adalah sebesar Rp 8.275.000,00 (bukti potong 1721 A1 terlampir). Penghasilan bruto butik di tahun 2016 adalah sebesar Rp 50.000.000,00 dan atas penghasilan ini telah disetorkan PPh Final 1% oleh Intan setiap bulannya dengan total sebesar Rp 500.000,00 (sesuai dengan PP 46 Tahun 2013).
Penghasilan bruto setahun yang diperoleh Andrew dari PT WXY di tahun 2016 adalah sebesar Rp 260.000.000,00 serta PPh yang telah dipotong oleh PT WXY adalah sebesar Rp 23.275.000,00 (bukti potong 1721 A1 terlampir).
Pada saat pelaporan SPT, Intan melakukan pengisian SPT di sistem efilling dan/atau eform. Karena Intan mempunyai perjanjian pisah harta dengan Andrew dan memilih status Pisah Harta pada SPT nya, maka pada saat pengisian SPT akan secara otomatis muncul lembar perhitungan PPh terutang PH-MT (formulir perhitungan PH-MT terlampir).
Dengan kata lain, atas penghasilan dari satu pemberi kerja dan penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu yang diperoleh Intan sepanjang tahun 2016, yang sebenarnya dimana kedua sumber penghasilan tersebut bersifat final, akan di hitung ulang dengan penghasilan neto setahun yang diperoleh Andrew selama tahun 2016 (perhitungan terlampir).
Sehingga, pada akhir tahun, perhitungan Kurang Bayar SPT Tahunan bagi Intan, masih terdapat Kurang Bayar sebesar Rp 14.391.382,00 (perhitungan terlampir).
WWW.PAJAKPRIBADI.COM
Kategori:PPh OP - Orang Pribadi, SPT
Tinggalkan Balasan