Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah menyiapkan sejumlah amunisi yang akan ditembakkan setelah program amnesty pajak berakhir. Salah satunya terkait kerahasiaan data nasabah perbankan. Lebih dari satu juta pemilik rekening dengan total nominal lebih dari Rp 3000 triliun berpotensi menjadi sasaran.
Belum sebulan program amnesti pajak periode ketiga berjalan, pada 26 Januari 2017 lalu Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi sudah mengirim surat ke Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas). Surat serupa juga dikirimkan ke Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).
Isinya, imbauan Ditjen Pajak agar para pemilik dana di bank mengikuti program amnesty pajak. Kem meminta agar imbauan tersebut di teruskan ke perbankan, untuk kemudian di teruskan lagi ke para nasabah di masing-masing bank.
Nasabah yang di imbau adalah para pemilik rekening Rp 500 juta ke atas. Nah, berdasar data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) PER Desember 2016 yang masuk kategori ini ada 1.033.119 rekening. Nilai rekeningnya mencapai 3.481.156 triliun. ‘siapa-siapa saja nasabahnaya itu masih jadi kerahasiaan banknya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama.
Beberapa bankir yang dihunbungi mengaku sudah mendapat surat imbauan tersebut dan meneruskannya keada para nasabah kakap. Namun Direktur Bank BTN Imam Nugroho Soeko mengaku belum menerima surat tersebut. “tapi kami sudah mengimbau nasabah BTN dengan kredit atau simpanan diatas Rp 500 juta untuk ikut tax amnesty dengan sukarela,” ujar Iman.
Sikap para bankir ini rupanya tak lepas dari keyakinan bahwa sekarang memang sudah masuk ke era keterbukaan. Tahun depan kata iman, sudah berlaku Automatic Exchange of Information (AEOI). Pun sudah menjadi tran global semua data simpanan penabung di bank akan dapat diakses oleh aparat pajak, bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
Dengan begitu wajib pajak (WP) tidak bisa lagi menyembunyikan asetnya di Negara manapun. Termasuk pendapatan bunga yang diperoleh dari simpanan di bank di luar negeri. “ pindahkan dana ke bank di luar negeri juga nanti datanya akan dipertukarkan. Bank diluar negeri lapor ke kantor pajak setempat dan kantor pajak setempat akan mempertukarkan data tersebut dengan ditjen pajak kita,” imbuhnya.
Menurut Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin Eko R. Gindo, dengan begitu Negara-negara yang selama ini menjadi tax haven juga sulit menghindar. Pun, belum terlihat indikasi berkurangnya jumlah rekening diatas Rp 500 juta. Saat ini enggak ada indikasi berkurang. Likuiditas masih terjaga kok, Cuma memang kondisi ekonomi sedang wait and see,” ujar Eko.
Meski berstatus imbauan, para deposan sejatinya sulit untuk menampik surat tersebut. Apalagi, jika memiliki harta yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, termasuk melalui program amnesti pajak. Sebab, Ditjen Pajak memiliki senjata kedua yang lebih ampuh.
Sejak lama sebetulnya Ditjen Pajak bisa memeriksa informasi keuangan WP di bank. Yakni untuk keperluan pemeriksaan,pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidanadi bidang perpajakan, penagihan pajak, dan proses jeberatan pajak. Untuk kepentingan-kepentingan tadi menkeu bisa mengajukan permintaan tertulis ke Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nah, begitu program amnesti pajak berakhir, pengajuan usulan ke menkeu untuk memeriksa laporan keuangan WP di bank bakal dilakukan secara elektronik melalui aplikasi Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA). Setelah menkeu mengajukan permintaan tertulis, OJK akan memproses pemberian izin lewat Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB).
Dampaknya kata Ken, waktu penyelesaian permohonan akses data nasabah bank akan jauh lebih cepat. Jika saat ini memakan waktu hingga 239 hari, pasca amnesti pajak prosesnya cuma butuh waktu maksimal 30 hari.
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai, dengan waktu yang lebih singkat aparat pajak bisa menyelesaikan lebih banyak kasus perpajakan ketimbang sebelumnya. Yang lebih penting lagi, risiko kebocoran informasi juga bisa lebih ditekan.
Menurutnya, waktu yang terlalu lama untuk mengakses data perbankan memberikan peluang bagi deposan untuk mengosongkan rekeningnya sebelum rekening tersebut di blokir. Apalagi sistem tertulis memungkinkan banyak pihak bisa mengetahui informasi tersebut. “dengan sistem yang lama, ada ruang bermain bagi siapa saja. Bisa level juru sita pajak. Pegawai bank, kan bisa saja jualan informasi. Termasuk pegawai OJK ketekia ada informasi,” tandasnya.
Nah, sistem elektronik melalui aplikasi yang digunakan ditjen pajak dan OJK dinilai bisa menekan kebocoran informasi tersebut. Sebab hanya kalangan terbatas yang bisa mengakses aplikasi itu. Dus, kalaupun masih terjadi kebocoran, lebih gampang untuk mencari siapa oknum nakalnya.
Kalau masih bocor, ya keterlaluan!
Sumber: www.pemeriksaanpajak.com
WWW.PENGADILANPAJAK.COM
Kategori:Berita
Tinggalkan Balasan