Setelah punya NPWP malah Bingung ??
mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan Anton saat ini. Dia diperintahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk membuat NPWP. Setelah NPWP jadi, ternyata tidak ada instruksi lanjutan dari perusahaan. Anton juga tidak tahu pajak yang harus dibayarkan dan kegunaan dan NPWP tersebut. Dari berita yang didengarnya, pemilik NPWP bisa melenggang ke luar negeri tanpa membayar bea fiskal di bandar udara, tetapi Ambar sama sekali tidak punya niat untuk pergi ke luar negeri. Perusahaan juga jarang mengirim dia untuk tugas ke luar negeri, sehingga fasilitas bebas fiskal itu tidak bisa dimanfaatkannya.
Kebingungan seperti itu mungkin saja juga menghinggapi benak para wajib pajak yang baru saja menerima NPWP. Mereka tidak tahu lagi langkah yang bisa ditempuh setelah memperoleh NPWP. Begitu menerima NPWP berarti Anda sudah menjadi wajib pajak. Tentu saja seorang wajib pajak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut biasanya tertera dalam surat keterangan terdaftar di kantor pelayanan pajak.
Pada prinsipnya, kewajiban wajib pajak pasca memiliki NPWP adalah sebagai berikut:
a. Menghitung pajak penghasilan selama 1 (satu) tahun pajak. Sebenarnya ada dua cara penghitungan penghasilan netto yang diperkenankan oleh Direktur Jenderal Pajak, yaitu dengan dengan cara:
(1) pembukuan dan (2) perkiraan penghasilan netto (bersih) sesuai Peraturan Jendral Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Dengan asumsi selama 1 (satu) tahun penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar maka Anda sebaiknya mempergunakan perkiraan penghasilan netto karena lebih sederhana. Cara mempergunakan metode ini adalah dengan melakukan pencatatan penghasilan kotor yang diperoleh setiap hari selama satu tahun. Total penghasilan tersebut kemudian dikalikan dengan presentase perkiraan penghasilan netto yang telah ditetapkan pemerintah. Sebagai contoh untuk wilayah Bekasi, perkiraan penghasilan netto untuk bidang angkutan jalan raya adalah sebesar 20%. Setelah mengetahui penghasilan netto Anda selama 1 (satu) tahun, kemudian mengurangkan penghasilan nettotersebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk PTKP tahun 2016 adalah Rp 54.000.000,00 untuk wajib pajak, ditambah Rp 4.500.000,00 untuk yang menikah dan tambahan tanggungan Rp 4.500.000,00/orang maksimal 3 orang. Hasil dari pegurangan penghasilan nettodengan PTKP ini kemudian disebut Penghasilan Kena Pajak. Pajak terutang dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 UU PPh untuk Orang Pribadi sesuai lapisan sebagai berikut:
- Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%.
- Di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15%.
- Di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25%.
- Di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%.
b. Memperhitungkan pajak yang telah dibayar. Pajak yang terutang diatas kemudian dikurangi pajakpajak yang telah Anda bayarkan (apabila ada), misalnya angsuran pajak penghasilan Pasal 25 yang harus dibayarkan tiap bulan. Dengan pengurangan ini akan diketahui berapa pajak yang masih harus dibayar atau kelebihan pembayaran. PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan tahun yang sedang berjalan (tahun ini) yang dihitung menurut penghasilan tahun sebelumnya. Sesuai dengan pasal 25 ini, kita diasumsikan memiliki penghasilan yang sama dengan tahun sebelumnya. Pembayaran PPh Pasal 25 ini merupakan deposit kita dalam menghitung pajak tahun berjalan. Pada akhir tahun, setelah penghasilan yang sebenarnya dapat kita rekapitulasi maka dapat kita hitung jumlah pajak yang terutang. Untuk menghitung jumlah yang harus dibayar, pajak terutang tersebut dikurangi deposit yang telah kita bayarkan sesuai PPh Pasal 25 tersebut. Barulah didapatkan posisi pajak kita. Bila posisi pengurangan itu positif berarti kita harus membayar kekurangannya ke bank, sedangkan bila negatif berarti kita membayar terlalu banyak sehingga dapat meminta kelebihan pembayaran tersebut melalui SPT Tahunan.
c. Menyetorkan pajak kurang dibayar. Atas kekurangan pembayaran ini kemudian disetorkan ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk pemerintah (BCA, Bank Mandiri, BNI, dan Iainya) dengan Surat Setoran Pajak (bisa diminta gratis di kantor pelayanan pajak setempat) paling lambat sebelum melaporkan Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan.
d. Melaporkan penghitungan pajak. Hasil perhitungan Anda dituangkan dalam Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan yang biasanya dikirim oleh kantor pelayanan pajak (KPP) dan dilaporkan kembali ke KPP dilampiri Surat Setoran Pajak paling lambat 31 Maret tahun berikutnya.
Cara Perhitungan Penghasilan
a. Penghasilan Anda selama 1 (tahun) dari sopir angkot sebesar Rp 500.000,00 x 360 hari = Rp 180.000.000,00.
b. Norma untuk Klasifikasi Lapangan Usaha Jasa Angkutan Jalan Raya wilayah Bekasi adalah 15%. Penghasilan Netto Rp 180.000.000,00 x 15% = Rp 27.000.000,00.
c. Asumsi status adalah menikah dengan 2 orang anak. Maka PTKP adalah Rp 54.000.000,00 + Rp 4.500.000,00 + (2 x Rp 4.500.000,00) = Rp 67.500.000,00.
d. Dengan perhitungan di atas karena penghasilan Anda Iebih kecil dari PTKP (Rp 27.000.000,00<Rp 67.500.000,00) maka Anda tidak wajib NPWP dan kalau memiliki NPWP maka Pajak Penghasilan Anda adalah NIHIL. Namun, apabila ternyata Penghasilan Netto Iebih besar dan PTKP dengan kisaran 1 sampai dengan Rp 50 juta maka Pajak Penghasilan Terutang sebesar 5% x Penghasilan Kena Pajak (Rp) tersebut.
Kategori:PPh OP - Orang Pribadi
Tinggalkan Balasan