
Di masa pandemi Covid-19, Kementerian Keuangan mengalokasikan dana Rp 2,4 triliun sebagai insentif pembebasan pajak penghasilan (PPh) UMKM. Namun dari rencana 2,3 juta UMKM penerima, baru 201 ribu atau 8,7 persen saja yang mengajukan permohonan insentif.
“Kami juga bertanya, apakah sulit pendaftarannya atau ada masalah lain?” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam acara diskusi virtual Katadata pada Senin, 13 Juli 2020.
Normalnya, UMKM membayar pajak penghasilan 0,5 persen dari omzet mereka. Tahun 2019, ada 2,3 juta UMKM yang membayar pajak penghasilan 0,5 persen ini.
Namun setelah pandemi, pemerintah memberikan pembebasan pajak penghasilan untuk UMKM. Mereka yang bisa menerima adalah UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun atau Rp 13,1 juta per tahun.
Di masa pandemi ini, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun untuk UMKM. Sebanyak Rp 2,4 triliun pun dialokasikan untuk insentif pembebasan pajak ini.
Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Victoria Simanungkalit membenarkan insentif ini belum dnikmati maksimal semua UMKM. Menurut dia, masalah ada pada sosialisasi dari program ini.
Sebab, UMKM harus mengajukan terlebih dahulu sebelum mendapatkannya. “Mereka anggap otomatis, padahal harus mengajukan,” kata dia.
Setali tiga uang. Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga juga mengatakan belum banyak anggotanya yang memanfaatkan insentif pemerintah ini. “Harus sosialisasi lagi dengan masif,” kata dia.
Suryo pun mendengar keluhan-keluhan ini. Ia pun berjanji akan mengkaji ulang cara sosialisasi yang dilakukan Ditjen Pajak atas insentif ini. “Kami akan jangkau lebih jauh lagi, formatnya seperti apa,” kata dia.
Sumber: pemeriksaanpajak.com
Kategori:artikel
Tinggalkan Balasan